Rabu, 08 Juli 2009

Naskah sebuah Novel: Chapter eight.


Chapter eight.




Looke, Pearl dan Sam muncul di Senayan, siang menjelang sore ini, memilih salah satu jalan memanjang yang sepih mengarah ke stadion Bung Karno, untuk mulai melakukan kegiatan rutin mereka, berolah raga. Halaman terbuka yang lebar yang mengitari stadion tersebut adalah jalan yang dipenuhi oleh orang-orang yang sedang berolah raga dan bersantai.
Looke melakukan pemanasan seperlunya, lalu mulai berlari sari ujung ke ujung. Setelah itu bermain bola dengan kedua anaknya, lalu joging lagi.
Telpon berdering di atas tikar kain yang terhampar di tanh. Diatasnya beberapa bungkus snak, air mnireal dan minuman ringan.
Looke berusaha mengatur nafashnya agar dapat berbicara dengan baik di ponsel. Namun tidak secepat itu, diapun tidak menunggu.
“Kamu lagi 'ngapain?”
“Lagi berolah raga, maaf nafash saya agak berat!”
“Dimana?”
“Senayan. Saya mendengar suara mobil, ibu lagi nyetir, ya?”
“Betul!”
“Kemana?”
“Mau shopping, ada beberapa keperluan kecil di rumah yang harus saya beli!”
“Di Senayan, kamu ada di sebelah mana?”
“Pintu masuk sebelah Timur.”
“Masih lama khan?”
“Baru mulai!”
“Kalau begitu aku akan mampir!”
“Belanjaan ibu bagaimana?”
“Nanti saja, itu tidak jadi masalah!”
“Baiklah!”
Ibu Venity Parker mempercepat laju mobilnya, meliuk dengan gesit di anatar kepadatan lalu-lintas Jakarta. Kecepatannya bertambah dua kali lipat, dia sungguh nampak tak sabar lagi, dia berharap dapat secepatnya tiba di sana. Seperti seorang yang sedang birahi berat dia menyetir mobilnya, mencoba menepis semua halangan dan rintangan tak berrarti apapun baginya, menyenggol tipis ke kanan lalu tipis ke kiri, dia ingin cepat menyelesaikannya, dia tidak perduli banyak hal yang mungjkin saja dia lewatkan. Dia sedang birahi.
Akhirnya dia sampai juga.
Jika dia adalah orang yang sedang bercinta, dia adalah pecinta yang bertipikal penuh semangat, yang terburu-buru, yang keluar dengan cepat, tidur lebih cepat, dan bangunnya paling belakangan.

Dia tiba dengan cepat.
Dia seorang penegmudi yang gila!
“Ini Pearl dan Sam!” Looke memperkenalkan kedua anaknya.
“Ini Tante Venity Parker. Temannya Papa!”
mereka bersalaman.
“panggil saja tante veni, papa memanggil tante seperti itu, bukan begitu, Looke?”
“Yep!”
“Tante cantik!”
“Iya, cantik!”
“Papa punya banyak teman perempuan cantik, seperti Tante!”
“Sam punya foto-fotonya, banyak sekali!”
“Ditempel sama papa di dinding, semuanya! Katanya teman-teman spesial!”
“Entah maksudnya apa!?”
“Foto Tante Veni ada tidak?”
“Sam?”
“Belum!”
“Benar, belum ada, Tante!”
“Looke, bagaimana ini?”
“Masih ada di tas papa, belum sempat ditempel!”
“Nanti minta foto Tante Veni sama Papa. Lalu Pearl dan Sam tempel di dinding, ya!”
“Pa...?”
“Nanti Papa kasih!”
Dia menyeringai ke arah Miss Veni.
“Pearl dan Sam, temani Tante Veni 'ngobrol, ya. Papa joging dulu, sebentar saja!”
Cepat Miss Venity akrab dengan Pearl dan Sam. Mereka duduk di tanah yang berlapis kain kotak-kotak mirip taplak meja itu, mulai bercerita, berbagi makanan dan minuman. Sesekali Miss Veni mencuri pandang yang dalam pada tubuh slim Looke, sambil berujar dalam hati..
“God..., wish me luck!”
Potongan yang sungguh tidak menarik dan sensual, tidak punya daya tarik seksual yang mampu meledakkan libido dalam sekejap mata dalam sekalipandang saja, karena itu tentu saja, sama sekali tidak marketable untuk dikomersialkan. Jika tidak sedang syahwat berat, perempuan yang punya banyak pilihan dan alternatif tentu saja akan berpikir dua kali lipat untuk membayarnya, untuk kenikhmatan dan kesenangan dengannya, sesuatu yang sifatnya untung-untungan, seperti sebuah percintaan yang dimulai dengan semangat yang menggebu-gebu namun berakhir di ujung alat-alat bantu, vibrator.
Namun Miss Venity sangat menyukai tubuhnya, dia menyukai gayanya, bagaimana dia mengapresiasikan kebutuhan sama seperti yang dia khayalkan. Dia memiliki kehidupan kelas atas yang sangat menarik, dia ingin membaginya dengan Looke. Jelas bahwa dia bukanlah seorang perempuan yang sedang krisi penghargaan. Kadang-kadang apresiasi yang diberikan oleh seseorang yang menerima sesuatu yang dia butuhkan, yang tidak dimiliki dan tidak dapat dimilikinya dengan mudah berbeda sama sekali dengan memberi kepada seseorang yang telah memiliki. Entahlah saya dapat menjelaskan maksud saya dengan baik atau tidak tapi tentu saja anda tidak akan merasakan apresiasi apapun yang dapat menguncang dan menggetarkan perasaan anda, arti pentingnya diri danda dan segala pemberian anda jika anda berderma kepada seorang pemilik bank. Pemberian anda tidak akan membuatnya bertambah kaya sedikitpun dan tidak pula menyentuh persoalan apapun dalam hidupnya. Derma anda seperti segenggam garam yang ditaburkan ke laut, untuk menggaraminya, mengasinkannya.
Veni Parker adalah seorang Ibu paruh baya yang sangat menarik di kelasnya, kulitnya jauh lebih lembut dan bersih dari kulit anaknya yang remaja, gayanya casual dan mampu bersosialisasi dengan cepat di lingkungan seperti apapun. Dia adalah seorang perempuan yang akan dengan mudah membuat anda jatuh cinta dengan sangat bersemangat, seperti Heidy Klum, sekali anda mengenalnya, anda tidak akan melupakannya seumur hidup. Hal-hal hebat dan menarik dalam hidupnya tidak pernah berhenti berputar. Mungkin inilah saatnya untuk menyenangkanmu, memuaskan dan membahagiakanmu.
Let me to entertain you!
“Rotinya Tante!”
Pearl memecah keheningan dengan memecah roti dalam beberapa bagian dan memberi bagian yang lebih kecil kepada Venity Parker.
“Terimakasih, Pearl! Sebenarnya Tante mengharapkan yang sedikit lebih besar!”
“Itu cukup khan, Tante?” Pearl, memaksa, namun...
“Papa menyuruh kami agar tidak pelit, pada siapapun, terlebih dengan Tante yang cantik!”
“Tidak pemarah dan tidak sombong!” sambung Sam.
“Agar kami selalu diingat dan dikenang sebagai anak-anak yang baik dan menyenangkan!”
“Karena Papa akan membawa kami terbang, pergi sangat jauh!”
“Untuk selamanya khan, Sam?”
“Benar, kata Papa demikian!”
“Maksud kalian?”
“Papa sering berkata....”
“Seperti burung-burung, yang terbang tinggi di atas itu Pearl....”
Mereka mendongak mencari tahu apa yang dikatakan oleh Sam, lalu melanjutkan.
“Ya, seperti kata papa, kami ini seperti seekor burung dengan sayap-sayapnya yang terluka. Kami sedang menunggunya sembuh kembali. Itu adalah harapan terbesar kami dalam hidup ini. Kesembuhan adalah kemerdakaan terbesar kami, kami akan berjuang. Kalau itu sudah terjadi, kami akan terbang, terbang sejauh mungkin! Lalu papa bertanya kepada Pearl...: Kamu mau kemana? Jawab Pearl: berkeliling dunia dan ke Disney world. Kau Sam menjawabnya apa?” ungkap Pearl dengan bersemangat.
“Ke Disneyland dan berkeliling dunia!”
“Kami akan berkeliling dunia dengan Papa, Tante!”
“Katanya tidak lama lagi! Seperti banyaknya perempuan-perempuan cantik di dunia, wonderland juga banyak di dunia, dan kami akan mengunjungi semuanya!”
“Tante mau ikut, boleh tidak yah?”
Emosi Venity Parker terhanyut dengan ungkapan Pearl dan Sam yang begitu bersemangat, nampak bersungguh-sungguh, seperti semuanya akan menjadi kenyataan.
“Boleh tidak ya sama Papa? Sam?”
Keduanya mengangkat bahunya.
“Entahlah! Lanjut Pearl.
Looke telah selesai dengan pelemasan, dia menghampiri mereka bertiga, lalu menyuruh Pearl dan Sam untuk bermain-main sejenak. Tidak lama lagi olah raga minggu sore itu akan berakhir. Looke membuka bajunya yang basah oleh keringat, lalu menyeka semua permuakaannya dengan sebotol air mineral kemudian melapnya dengan handuk hingga kering. Venity Parker memperhatikannya dengan seksama, dengan teliti, membuatnya geregetan, jantungnya berdetak kencang, pikirannya telah diselimuti oleh birahi. Dia sangat bernafsu dengan tubuh Looke.
“Ibu belum melihat semuanya khan?”
Ibu veni tersenyum manis. Dia birahi di tingkat tertingginya.
“Bagaimana menurut Ibu?”
“Luar biasa, aku syahwat Looke! Kau jangan menggodaku, aku bisa gila!”
“Looke pun demikian, Nyonya!”
"Ha..., ha.., ha...!" keduanya larut dalam derai tawa bahagia.
“Saya menduga, dalam beberapa waktu ke depan, kita berdua, Nyonya dan Saya, Looke, akan melewati masa-masa percintaan yang mendebarkan. Aku belum pernah mengalaminya, sebelum-sebelumnya Nyonya, tapi aku menduga akan demikian. Menurut Nyonya bagaimana?”
“Akupun demikian!”
“Ini akan menjadi sebuah proses dalam sebuah periode dan rentang waktu yang bagaimanapun akan sampai pada suatu masa dimana semuanya yang terlihat dan yang dikhayalkan, yang menghantui selama ini akan berubah menjadi sesuatu yang biasa-biasa saja, dan kemudian diikuti oleh perasaan bosan yang akan membuat kita merubah persepsi, kebutuhan dan sudut pandang kita terhadap banyak hal!”
Venity Parker mengangguk, dia mengikuti dengan seksama, dia kerap mengalaminya, itulah kenyataan yang sebenarnya, Looke adalah citranya beberapa puluh tahun yang lalu!
“Periode tersebut akan terus menghantui kita berdua dan tidak ada kemungkinan lain yang dapat kita lakukan adalah untuk selain membuatnya menjadi pertemuan-pertemuan dan percintaan-percintaan yang hebat dan berkualitas....”
“Atau tidak sama sekali!”
“Itulah yang akan aku katakan! Terimakasih Nyonya,”
“Untuk membantumu menarik nafash sejenak!”
“Sekali lagi, terimakasih tas pengertiannya. Saya mungkin termasuk golongan segelintir species pria yang masih percaya dengan mitos G Spot yang entah dimana letaknya, benar ada atau tidak, titik klitoris yang mendebarkan jantung, titik syahwat pada wanita. Setahu saya, titik tersebut masih diselimuti oleh kabut misteri dan mitos. Bisa tidak Ibu membantu saya mengertinya, menemukannya dan menikhmatinya?”
“Kau boleh bermain, bermanuver dan berimprovisasi sesukamu di sana Looke, aku akan menunjukkannnya, mengajarimu dan membantumu. Aku akan mempermudah usahamu, sepuasmu sayang!”
“Untuk percintaan yang hebat, di antara kita, sepakat Nyonya!”
“Hanya untuk kita berdua!”
“Kalau bgitu, barang telah terjual habis!”
Dia melirik sekilas pada pearl dan Sam , lalu dengan cepat dia mencuri waktu yang sangat sempit dan singkat, dia mencium pipi Mis Venity Parker.
Veity Parker telah menunggu, dia telah siap untuk kejutan-kejutan yang mendebarkan, dengannya. Dia menikhmatinya.
“Ingat Looke, seperti katamu, aku telah membayarmu!”
“Ha.., ha.., ha..!”
Looke memanggil Pearl dan Sam, untuk berkemas.
Di telinga Looke Mis Venity berbisik....
“Aku akan menggunakan sedikit dari hargamu, malam ini, untuk berbelanja dengan mereka!”
“Dihitung saja!”
“Ayo anak-anak, cepat, kita akan shopping!”
“Shopping, Tante?” Pearl terkejut.
“Benar. Bagaimana Pearl, Sam?”
“Hore..., hore.....!”
Mereka melewati parkiran Timur, di depan Drive range mobil berputar ke kanan, dan menyusuri sepanjang jalan paralel tersebut. Plaza Senayan di depan mata, lampu-lampunya yang semarak terlihat dengan jelas dari kejahuan.
“Saya ada ide untuk menerbitkan cerpen-cerpen kamu dalam bentuk buku dan menjadikannya sebagai bonus terbitan. Bagaimana menurutmu, Looke?”
“Sudah lama saya mengharapkannya. Saya rasa ide tersebut akan berjalan dengan baik!”
“Cerpen-cerpenmu layak untuk dibaca, secara meluas. Apakah masih ada edisi yang terlewatkan olehku?”
“Tidak, semuanya telah ada dalam bundelan tersebut. Semua cerpen yang pernah saya tulis selalu saya kirimkan ke sana!”
“Saya menunggu cerita yang terbaru darimu, Looke!”
“Beberapa ide cerita sebenarnya telah nampak di benakku, tapi saya belum ketemu jalannya, harus memulainya dari mana. Semoga saja dalam waktu dekat ini akan ketemu yang terbaik!”
“Saya berharap demikian!”
Mereka memasuki perempatan pertama dan yang terakhir. Itu satu-satunya yang ada di sana.
“Redaksi akan menghubungimu, secepatnya, untuk keperluan editing, setelah itu kontrak dan akhirnya adalah penerbitannya. Semuanya itu tidak akan rumit dan tidak akan memakan waktu yang lama. Kau ikuti saja!”
Venity Parker memperlambat laju mobilnya. Pos tiket parkir ada di depan, beberapa mobil di depan mereka.
“Di kamarmu, selain foto-foto perempuan-perempuan cantik, ada apa lagi?”
“Novel, ada tiga judul, tertarik membacanya?”
“Saya akan menghubungimu, kapan dan dimana kau harus menghantarkannya!”
Mereka saling bertatapan dan tersenyum, merka berdua tahu kemana arahnya dan berakhirnya semua itu.
“Saya berharap tidak melewatkan satu episodepun dari cerita-cerita seperti ini!”
“Episode yang hebat, tentang kita, semuanya, tentu saja aku akan sangat-sangat merindukanmu, Looke!”
“Kita saling menyayangi, kita akan selalu saling merindukan. Selalu....!”
“Tentu Looke!”
Mereka telah sampai.
Di Hero, mereka berbelanja semua kebutuhan untuk beberapa waktu kedepan, dan berpisah di sana.


*


Looke menyalakan Notebooknya. Sambil menunggu konesi internet, dia membuka satu keripik---------------, sekaleng dari dua Henekken yang telah dia siapkan dan tentu saja keripik Tortilla, kesukaan mereka bertiga.
Pearl dan Sam telah tertidur. Mereka sangat letih.
Dia mulai dengan memberi komentar di facebook Maria Sharapova, Yuna Ito dan Drew Barymore. Tidak ketinggalan komentar atas beberapa foto fashion dan artis-artis Hollywood yang dipublikasikan di onsugar.
Terakhir dia membaca dan membalas satu persatu surat elektronik. Sebuah surat terbaru dan yang paling dia tunggu-tunggu dari seorang frenster yang dia kenal dari Facebook, seorang perempuan, dia tinggal di jantung New York, bekerja full time di sebuah butik fashion ternama dan memiliki reputasi, di sana. Seorang perempuan muda yang matang dan mapan dari sebuah kota besar dunia yang paling hidup, paling semarak dan paling glamour di dunia, yang sedikit lebih muda darinya. Dia mengirimkan beberapa salinan profil dirinya dan dokumen-dokumen penting lainnya yang menyiratkan dan menyatakan bahwa dia sanggup menjadi sponsor penuh untuk Looke dan kedua anaknya selama mereka berada di Amerika. Dokumen-dokumen tersebut sangat penting dalam proses pengajuan Visa berkunjung, masuk ke Amerika Serikat.
Namun mereka berdua memiliki rencana yang lain, yang jauh lebih matang dan serius di balik semua itu.
Sebuah agen penulis di Amerika yang akan menghubungkannya dengan penerbitan telah dia persiapkan oleh Jude, untuk dirinya. Dia tidak akan pergi untuk berlibur, sebagaimana yang diimpikan oleh Pearl dan Sam.
Dia pergi untuk kawin dengannya, dengan Jude.
Jude, dia adalah pintunya ke dunia!

1 komentar:

  1. ceritanya agak unik ya. mampir ke blog saya donk kasih kritik dan sarannya. makasih.
    http://novel-cerita-indonesia.blogspot.com

    BalasHapus