Sabtu, 20 Juni 2009

Cerita tentang saya dari kandang babi!




Salah satu nutrisi yang sangat bermanfaat bagi tanaman dan kesuburannya adalah pupuk yang bersumber dari kotoran hewan ternakan, semisal kerbau, sapi, kambing atau babi. Itulah yang saya lakukan 8 jam lalu, mengambil kotoran ternak dari tetangga, yaitu kototran ternak babi yang masih basah lalu mencampurnya dengan air. Airnya saya pakai untuk menyiramn bibit-bibit cokelat yang tengah saya semaikan.

Harapan saya, semoga pohon-pohon cokelat tersebut tumbuh dan berkembang menjadi besar dan semakin besar lagi, hingga pada akhirnya dapat terjual dan terjual dengan harga yang pantas.

Cerita tentang kotoran hewan tadi seketika mengembalikan ingatan saya pada pengalaman 15 tahun yang lalu, itu ditahun 1993-1994. Rentang setahun antara kelulusan saya dari SMA dan tahun pertma saya di universitas. Saya meghabiskannnya di kampung, dan pekerjaan harian saya selama setahun itu adalah mengangkut kotoran babi dari sebuah kandang babi yang jaraknya ke rumah hampir satu kilometer.

Sepuluh meter dari kandang babi tersebut, terdapat sebuah rumah, rumah pemilik kandang babi, berlantai dua, yang mana di lantai dasarnya merupakan petak-petakan kamar yang disewakan, yang dikontrakkan. Penyewanya beragam, dari pasangan suami-istri, anak-anak sekolah, Bidan-bidan dan Suster yang sedang magang.

di kandang babi itulah saya berkenalan dengan seorang perempuan, yang kemudian menjadi kekasih saya. Dialah cinta pertama saya.

Mengapa saya tidak bertemu dengannya di jalan? Mengapa saya tidak bertemu cinta pertama saya di warung, pasar, atau di toko? Mengapa pula tidak di gereja? Pada umumnya, orang-orang menemukan kekasihnya di lingkungan terdekatnya, di tempat-tempat yang sangat sering dia datangi, dan dengan orang yang sering berjumpa dengannya. Ini adalah aspek yang berbeda dari diri saya, dalam pengalaman saya, dari orang kebanyakan. Saya memang sangat dan senantiasa berbeda dari yang lain, dari yang pada umumnya. Saya adalah sesuatu yang unik dari mainstream. Dia adalah seseorang yang melihat duni dari konteks dan bertindak di luar kotak, di luar mainstram.

Saya menjalin percintaan dengannya kurang lebih setahun hingga akhirnya saya meninggalkan kampung halaman menuju Jakarta, untuk masuk ke Universita.

Cerita tentang saya dengannyapun berakhir.

Tahun pertama saya di Universitas, saya menemukan pacar baru, seorang buruh perempuan sebuah toko karpet, majikannya keturunan Arab, asli jakarta. Saya bertemu dengannya di sebuah rumah sakit depan kampus, dan tempat-tempat berpacaran kami, tempat kami memadu kasih adalah warung-warung kopi pinggir jalan, stasiun kereta api, bis kota dan tempat kost saya sendiri, yang jaraknya hanya beberapa langkah dari satsiun kereta. Saya pindah dari tempat kost tersebut pada suatu hari ketika saya kepergok anak pemilik kost tengah bercumbu mesra, saya berperan selayaknya baby di pangkuan seorang gadis belia.

Dia bukan seorang mahasiswa.

Demikianlah selanjutnya, seterusnya, tahun berganti tahun, kekasih-kekasih yang datang dan pergi dalam hidup saya, menghiasi hidup saya, menuliskan cerita dan catatan-catatannya yang masing-masing berbeda satu dengan yang lain, tidak satupun dari mereka yang mewakili kebiasan-kebiasaan dan pendekatan-pendekatan pada umunya. Saya senantiasa bertemu, mendapatkannya di tempat-tempat yang lain, yang jauh dan tak terduga.

Ada keuntungan di balik keunikan ini. Saya jadi lebih banyak mengenal orang, pergi ke lebih banyak tempat, dan melihat jauh lebih banyak hal, mengalami lebih banyak kisah kehidupan karena langkah saya lebih jauh, dan ruang gerak saya lebih luas dari kebanyakan orang.

Saya mengenal cukup banyak mahasiswa yang datang keKampus di pagi buta dan pulang paling larut malam, hanya untuk bertemu dengan kekasihnya, untuk mengahabiskan harinya yang panjang dari satu pojok kampus ke pojok kampus yang lain, memadu kasih bersama kekasihnya. Jika berbicara tentang sudut-sudut kampus, secara umum berarti berbicara tentang sisi-sisi gelap yang paling semarak dari peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang serta seks bebas di kalangan mahasiswa.

Kampus saya berbentuk persegi.

Saya tidak pernah terlihat di keempat pojok itu. Itulah sebabnya, saya tidak pernah bersentuhan sekalipun dengan narkoptika dan obat-obat terlarang. Soal seks? Jika hedonisme merupakan salah satu jalan dan pilihan hidup, itu jelas bukan jalan dan pilihan hidup saya, tapi saya mungkin melakukannya masih jauh lebih banyak dari mereka yang mendekam di pojok itu, jauh di luar kampus. Saya ada dan anda dapat melihat keberadaan saya di kempat penjuru mata angin Jakarta, menghabiskan masa muda saya mengukur panjang, lebar dan luas pulau jawa dengan bis kota antar propinsidan kereta api.

Saya memulainya dari kandang babi!
@ Erich Tinggi, Juni 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar